Pertandingan memasuki menit ke-69 ketika
Howard Webb memberikan penalti kedua untuk Manchester United. Tak ada
protes berlebihan dari pemain. Tak ada pula penonton yang mengamuk
sampai masuk ke dalam lapangan.
Padahal pendukung Chelsea punya hak
untuk kecewa dengan keputusan tersebut. Penalti yang diberikan Webb
kemudian mengubah skor menjadi 2-3 setelah Wayne Rooney sukses
mengeksekusinya. Lebih lanjut lagi, “Setan Merah” akhirnya berhasil
memaksakan skor akhir menjadi 3-3. Keunggulan 3-0 yang sudah dibangun
Chelsea buyar seketika.
Ke mana reaksi marah para pendukung
Chelsea? Ke mana protes-protes berlebihan dari David Luiz, Branislav
Ivanovic atau Raul Meireles? Ke mana teriakan-teriakan penuh amarah dan
invasi masuk lapangan sembari mengejar Ryan Giggs dan rekan-rekannya?
Nihil.
Kalaupun ada kekecewaan, itu hanya
muncul dari Andre Villas-Boas seorang. Sang manajer setuju dengan
keputusan Webb atas penalti pertama, namun mengernyitkan dahi pada
penalti yang kedua. Kalaupun ada kata “cukup” dari sebuah kekecewaan,
maka ucapan Villas-Boas sudah mewakili semua perasaan The Blues pada malam itu.
Entah apa jadinya jika Webb memimpin
sebuah pertandingan di Liga Indonesia. Terlebih ketika melihat apa yang
terjadi di liga-liga lokal dalam beberapa hari terakhir; ribuan
penonton masuk ke lapangan hanya karena kecewa dengan keputusan
perangkat pertandingan, pemain berlarian dikejar massa, laga pun
akhirnya (sempat) dihentikan.
Contoh kericuhan pertama ada pada laga
Divisi Utama PSSI antara Persikab Bandung melawan tamunya Persik Kediri
di Stadion Si Jalak Harupat, Jumat (3/2/2012). Gol gelandang Persik,
Oliver Makor, dinilai offside oleh sejumlah pemain Persikab. Mereka pun langsung memburu asisten wasit Chusnul Arifin yang menilai posisi Makor onside. Keputusan itu kemudian berbuntut panjang.
Melihat para pemain melakukan protes
berlebihan, suporter Persikab pun langsung melempari Chusnul dengan
berbagai benda dari tribun. Kondisi kian tidak kondusif sehingga pihak
keamanan memilih mengamankan Chusnul. Laga lantas dihentikan selama 15
menit sebelum bisa dimulai kembali.
Di hari yang sama, di Stadion Mandala
Krida, hal serupa juga terjadi dalam laga ISL antara Persija Jakarta
melawan Persiwa Wamena. Pada menit ke-74, sebuah insiden terjadi di
lapangan. Insiden tersebut diawali keputusan wasit Setiyono menghadiahi
Persija sebuah penalti setelah Yuichi Shibakoya dianggap melakukan handball di area terlarang.
Keputusan ini mendapat protes keras
dari para pemain Persiwa. Bahkan, sejumlah suporter klub asal Papua ini
masuk ke lapangan dan memburu Setiyono. Aparat keamanan pun terpaksa
turun tangan dan mencoba mengamankan dia. Beberapa pemain “Macan
Kemayoran” pun berlari untuk menghindari kejaran massa. Kembali, laga
harus dihentikan.
Dalam pertandingan sepakbola, kesalahan
wasit dan asistennya adalah hal yang jamak terjadi. Protes yang
dilakukan oleh para pemain yang kecewa pun bukan hal yang baru. Namun,
semua ada batasnya. Rasa kecewa atas keputusan dan kepemimpinan wasit
adalah hal yang wajar, tetapi mengamuk karenanya bukanlah hal yang bisa
dibenarkan.
Di dalam peraturan, hanya kapten tim
yang berhak beradu argumen dengan wasit di atas lapangan. Seorang Iker
Casillas boleh saja kecewa dengan kepemimpinan wasit Fernando Teixeira
Vitienes yang memimpin laga leg II perempatfinal antara Barcelona
melawan Real Madrid. Namun, Casillas menyatakan kekecewaannya selepas
laga. Di atas lapangan, ia menghalau rekan-rekannya yang berusaha
mendekati Vitienes untuk melakukan protes.
Dan jangan salah, melemparkan kritik
berlebihan kepada wasit di luar pertandingan juga bisa berujung
hukuman. Tanyakan saja kepada Sir Alex Ferguson. Manajer
legendaris MU itu entah sudah berapa kali diskors oleh FA lantaran
menuding wasit macam-macam. Pada musim 2009/10, wasit Alan Wiley
melaporkannya kepada FA akibat protes kerasnya. Fergie pun mendapatkan
hukuman tak boleh menemani timnya selama empat laga.
Contoh-contoh di atas adalah bukti
bahwa salah atau benar keputusan si pengadil di lapangan adalah mutlak.
Para wasit begitu dilindungi oleh federasi yang menaungi mereka.
Segala penilaian mengenai performanya, plus pro dan kontra serta
kontroversi, wasit adalah bahasan di luar pertandingan. Mereka yang
mengaku pesepakbola atau penonton sepakbola (seharusnya) paham hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar